Jumat, 06 Mei 2011

kepatuhan pada sang guru

KEPATUHAN PADA SANG GURU



Kepatuhan pada Sang Guru lebih baik dari menuruti buku-buku. Kepatuhan adalah cara pemujaan yang amat berharga; oleh karena bila anda berupaya untuk mengembangkannya, maka ke-aku-an, musuh utama dalam perjalanan spiritual anda menuju realisasi Diri-Jati, perlahan-lahan akan tercabut akarnya.

Hanya seorang siswa yang mematuhi Gurunyalah yang akan mampu mengendalikan sifat-sifat rendahnya. Kepatuhan mesti bersifat amat praktis, sepenuh-hati, dan dilaksanakan dengan tekun. Kesungguhan dalam mematuhi Sang Guru, tak boleh ditunda-tunda tidak juga dengan penuh tanya. Seorang siswa hipokrit (munafik), mematuhi Gurunya karena rasa takut. Siswa sejati mematuhi Gurunya melalui kemurnian cintanya, guna memperoleh kasih Sang Guru.

Belajarlah untuk patuh, maka nanti anda akan memerintah. Belajar bagaimana menjadi siswa yang baik, maka nanti anda akan jadi seorang Guru. Tanggalkan delusi (khayalan) yang menutupi persepsi anda; mematuhi delusi, dan mengikuti perintahnya adalah mental-budak.

Si pandir menyangka bahwa mematuhi perintah orang lain dapat mengubur rasa percaya dirinya serta berlawanan dengan kebebasannya. Ini suatu kuburan kesalahan besar. Bila anda simak sebaik-baiknya, anda akan mengerti bahwa sesungguhnya kebebasan individul anda itu tak lain dari kepapaan absolut, perbudakan oleh ego dan kesombongan.

Inilah prilaku-prilaku aneh dari batin yang dipenuhi keinginan-keinginan sensual. Orang merdeka, sesungguhnya telah mencapai kemenangan dan mengatasi semua itu. Ialah seorang pahlawan. Guna memperoleh kemenangan inilah orang itu menyerahkan diri pada ia yang telah mencapai pencapaian spiritual yang lebih tinggi. Melalui penyerahan ini, ia menundukkan egonya dan merealisasikan kebahagiaan dari kesadaran tanpa batas.

PARA SISWA HURA-HURA.

Jalan spiritual bukanlah seperti menulis sebuah thesis untuk sebuah gelar Master of Arts. Mereka sama sekali berbeda satu dengan yang lainnya. Bantuan seorang Guru senantiasa dibutuhkan pada setiap kesempatan. Para siswa muda sekarang ini, umumnya cepat merasa telah mandiri (self-sufficient), arogan, dan menjadi angkuh. Mereka tak merasa perlu mematuhi perintah Sang Guru. Mereka tak merasa perlu memperoleh bimbingan seorang 'Guru Luar' lagi. Belum apa-apa mereka sudah menginginkan kemerdekaan. Mereka menyangka bahwa dirinya telah berada di alam Turiya Avastha (kesadaran supra), padahal A-B-C dari kehidupan spiritualitas atau kebenaran saja mereka belum tahu. Mereka keliru memandang ketidak-bermoralan atau 'hanya mengikuti tata-caranya dan sekehendak hatinya saja', asal merasa bebas. Ini sesungguhnya kekeliruan yang serius dan perlu disesalkan.

Inilah alasan utamanya mengapa mereka tak berkembang. Mereka kehilangan keyakinannya terhadap kemanjuran dari latihan spiritual (Sadhana) dan keberadaan Tuhan. Mereka hanya ingin berhura-hura saja (happy-go-lucky), tanpa arah-tujuan, beromong-kosong dalam perjalanan dari Kashmir ke Gangotri, dan dari Gangotri ke Ramesvaram. Atau beromong-kosong tentang samudra meditasi (Vichara Sagara), keampuhan dari hari ke lima belas setelah bulan mati (Panchadasi), dan berlagak seperti beliau-beliau yang telah terbebaskan (Jivanmuktas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar